I am an adventurer

I am an  adventurer
beautiful extreme

Kamis, 07 Juni 2012

Aku Akan Pergi


AKU AKAN PERGI
                        Tahun ajaran baru menyambutku dengan berbagai tantangan dan harapan. Orang lain sibuk mencari Universitas untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Aku masih bingung, apa yang akan kulakukan. Karena aku sudah dua tahun lulus dari SMA. Dan ini masa transisi aku hidup di Garut.

                        Langkah selanjutnya yang belum tentu, akan menentukan jalan hidupku. Aku belum punya planing. Tetap mengajar di Garut atau tidak mengajar dan tetap di Garut. Hanya itu pilihan waktu itu.

                        Selama ini aku domisili di Garut, empat hari untuk Sekolah Mts. Sururon sisanya antara rumah Ummi dan YAPEMAS (Yayasan Pengenmbangan Masyarakat). Suatu yayasan yang didirikan oleh SPP (Serikat Petani Pasundan) yang bertempat di Jl. Raya Samarang No. 108 A. cukup jauh dari pusat kota.

                        Pagi yang cukup cerah di bulan Juli, membuatku bebas pergi melenggangkan kaki kemanapun. Pagi ini rencananya aku main ke YAPEMAS. Meski tak ada rencana kerja yang akan ku kerjakan, tapi minimal aku bisa mengupdate informasi terbaru dari koran.

                        Berjalan kaki lima belas menit di pagi hari, cukup menyegarkan. Sedikit keringat yang keluar. Kilau matahari di sepanjang jalan membuatku harus menempelkan tanganku di kening seperti orang menghormat. Aku tak pernah peduli dengan lalulalangnya mobil dan motor. Tapi satu hal aku benci, asap kendaraan dan klakson.
                       
                        Di YAPEMAS hanya sebagian orang yang sudah bangun. Sementara sebagian lagi masih asyik dengan selimutnya (tak menghiraukan sinar mentari pagi). Di meja, sudah tergelatak beberapa koran seperti KOMPAS, PR, dan Radar Garut. Aku melihat-lihat koran tersebut tanpa kubaca isi keseluruhanya.

                        Seseorang menghampiriku, Yasa namanya, Alumni Mts. Sururon angkatan pertama yang baru saja lulus dari SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas) Garut.

                        “Aku bingung ?”
            “Kenapa ?”
“Dulu ketika belum lulus SPMA, bingun takut gak lulus ujian. Sekarang, ujian sudah lulus bingung mau kemana. Pengennya kuliah, tapi entahlah, rasanya tidak mungkin”
“Ada beberapa pilihan mungkin ?”
“Ya sih ada, tapi itu juga membuat bingung. Kita, angkatan pertama Mts Sururon yang melanjutkan ke SPMA ditawarin untuk kuliah di UT (Universitas Terbuka). Terutama yang belum pasti mau kemana nasibnya. Kalau Siti Aminah sudah pasti di akan ke Tasik, ke UNSIL. Nah kita (Yasa, Siti Halimah, Sata, Sehab, Abd. Hamid juga Deni bingung. Karena kalau kita ikut UT kita harus berdomisili di Ciamis sambil bantu-bantu mengajar di sekolah yang sama didirikan oleh SPP.”
“Lalu apa masalahnya ?”
“Nah kalau kita ke Ciamis ada beberapa pertimbangan, pertama kita sudah berjanji untuk kembali lagi ke Sururon, dalam hal ini mengajar. Ke dua kita juga ingin berdomisili di Garut dan berpartisipasi atau bergabung dengan FPPMG karena kami rasa kalau kita pergi ke sana hanya sedikit orang yang di FPPMG. Yang lebih parahnya, hari ini adalah hari dimana kami harus memutuskan apakah kita pergi ke Ciamis atau tetap di Garut. Ngomong-ngomong kamu akan tetap di Sururon atau gimana?. Atau punya rencana kuliah lagi setelah kemarin keluar dari Musadadiyyah? ”
“Tak tahulah mungkin aku menarik diri dari Sururon dan masuk di SMK nya.”

Satu persatu penghuni YAPEMAS bangun dan melakukan aktifitas rutin mereka. Ada yang mandi lantas memanjakan diri dengan menjemur badan di bawah sinar matahari sambil membaca koran. Sayang tidak ada kopi. Ada yang mengepel lantai. Dan ada pula yang memasak. 
Pembicaraan tadi membuatku memberi sedikit pencerahan walau aku tidak termasuk kandidatnya.  Aku harap bisa masuk kandidat meski aku bukan lulusan Mts. Sururon dan sudah dua tahun blank.

Sore harinya aku pulang dengan cara yang sama, jalan kaki. Tak disangka di rumah aku di tanya sama Ummi.
“Don mau gak ke Ciamis?”
“Ngapain?
“ya, ngajar atuh
“dengan siapa?”
“Dengan temen Sururon, sambil kuliah sih. Cuma kuliahnya di UT jarak jauh”
“Gimana ya ?”
“Ya silahkan difikirkan aja. Keputusan ada di tangan kamu. Kalau ingin lebih jelasnya nanti tiga hari ke depan kita semua akan berkumpul di Sarimukti untuk membahas itu. Temen-temen sururon juga masih belum pasti apakah mau ikut atau tidak.”
“Ya aku pikirkan dulu dan mungkin perlu juga beberapa pertimbangan/nasihat dari beberapa orang.”

Tibalah pada hari dimana kami berkumpul untuk memutuskan siapa yang akan pergi ke Ciamis dan diam di Garut dengan pilihannya. Kami pergi dengan rombongan menuju Sekolah Mts. Sururon. Tak usah kuceritakan betapa indahnya perjalanan dengan berbagai macam sayuran terpampang di sepanjang jalan. Dan asap yang mengepul di puncak gunung Kamojang (kawah Darajat). Satu jam waktu yang kami butuhkan untuk sampai di Sarimukti.
Kawan yang lain sudah berkumpul menunggu kami di sebuah bangunan yang terbuat dari  kayu. Yang berdiri kokoh di atas kolam. Kami keluar dari mobil rombongan, sudah kebiasaan orang sunda kami bersalaman. Basa basi dan langsung memasuki kelas.
Cukup banyak yang hadir pada waktu itu. Sebagai kandidat terbanyak adalah alumni Sururon yang baru lulus dari tingkat SMA. Aku sudah cukup mengenal mereka. Kandidat yang baru adalah Sohib, Kamal, Iip, Excel, Abang dan Sehab. Mereka lulusan dari Fauzan plus pesantrennya. Tak heran kalau mereka semua pake kopeah dan sarung. Cukup menandakan bahwa mereka lulusan pesantren. Dan hidup sehari-harinya di lingkungan pesantren.
Sementara tim yang akan merekrut kami adalah Mas Oji, Bang Boy, Teh Linda, Mbak Laksmi dan Didi. Kepala sekolah Mts berikut pimpinan PONPES ikut hadir. 
Kulihat wajah-wajah bingung di raut muka para kandidat. Entah apa yang sedang difikirkannya. Apakah pertimbangan ikut atau tidak. Atau bingung mencari alasan untuk tidak pergi ke Ciamis.
Acara dibuka oleh pimpinan PONPES. Selanjutnya langsung ke pokok persoalan. Masing-masing dari kita ditanya satu persatu. Mau kemana, ngapain berikut kemanfaatan beserta alasan dari jalan yang diambil/dipilih. Kita pun menceritakan pilihan yang kita ambil.
Kesimpulannya, banyak dari mereka memilih jalan yang berbeda dengan beberapa alasan yang berbeda pula. Yang tadinya mau ikut juga ada yang mengundurkan diri.
Para mentor kami mencoba memberi penjelasan dan semangat lagi, juga beberapa pertimbangan terhadap jalan yang mereka ambil. Dan tentunya kenapa mereka menunjukan UT sebagai solusi.
Aku termasuk yang memilih unutk masuk UT dan ikut ke Ciamis. Tapi tujuan utama adalah ikut ke Ciamis. Untuk UT masih belum terpikirkan. Lalu para mentor menjelaskan mengapa mereka menunjukan jalan seperti itu.
“ ceng, kita tidak memaksa kalian untuk mengikuti apa yang kami sarankan cuma ada beberpa hal yang perlu dipertimbangkan. Kenapa kita memilih ke Ciamis dan masuk UT. Pertama, sebenernya kita cuma pengen menyelamatkan generasi kalian supaya tidak berpencar dan tetap pada jalan yang sedang kita perjuangkan bersama-sama. Kedua, ada banyak orang yang sukses dan teratur dari lulusan UT. Kenapa, karena kalau UT merek belajar sendiri. Kalau mereka tidak bisa memanagment waktu maka sepuluh tahun juga tidak akan lulus. Beda dengan universitas biasa yang hanya bisa diselesaikan dengan uang dan daftar hadir. Mereka tak peduli kalian mau jadi apa. Coba fikirkan ujian kalian bisa lihat buku, bisa lihat dari internet. Apa yang mereka didik ?. Dan paling kalian menjadi mental pegawai, ujung-ujungnya PNS, gak bakalan jauh kok. Belum lagi biaya, terutama biaya kehidupan. Coba kalian kalikan. Nah kalau di Ciamis ada beberapa pilihan dan manfaat kalian diam di sana. Selain kalian bisa belajar sendiri tanpa dosen, biaya kuliah cukup murah dibanding universitas biasa. Kalian juga bisa mengolah lahan untuk biaya hidup kalian dan latihan menempa diri kalian. Selain itu juga kalian bisa menjadi tenaga pengajar di sana di SMP PLUS PASAWAHAN.”
            Mereka diam membisu, aku yakin mereka bingung. Mau melawan/komentar gimana. Mau mengiyakan tidak mau juga
            “Ok, kita tidak memaksa, apapun keputusan kalian saya menghargai kalian. Yang penting kalian tetap sayang pada rakyat kecil. Nah untuk yang mau berangkat dua hari dari sekarang, kalian berangkat. Persiapkan apa saja yang harus di bawa. Disana kalian akan bertemu Eful dan yang lainnya”.
            Untuk diriku sendiri aku punya alasan tersendiri. Kenapa aku akan pergi.

                        Rasanya aku baru di cas dan diberi lampu dalam gelapnya tujuan dan langkah mau ke mana. Aku mengutarakan keputusan yang kuambil dan mereka mengijinkan. Bahkan mendukung dengan alas an kalau misalkan tetap di Garut juga tidak begitu efektif.
                        Matahari menyambut pagi dengan nyanyian burung. Padi mulai menguning di sekeliling rumah mengantar langkahku mengores embun pertama. Dengan sepatu di tangan kananku, tas yang cukup besar karena memuat pakaian layaknya orang mengungsi atau pindah rumah. Lambaian tangan terakhir kulihat sebelum aku masuk gang rumah komplek STKIP garut yang cukup padat. Aku berharap ini bukan lambaian terakhir. Kulangkahkan kaki menuju YAPEMAS untuk bergabung dengan kawan yang sudah menunggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thankz